Dangdut merupakan salah satu genre musik tradisional populer dari Indonesia
yang berakar pada musik-musik Malay, Hindustani, dan Arab. Unsur Arab pada
genre musik ini muncul dari pedagang-pedagang yang berasal dari Gujarat seiring
dengan penyebaran agama Islam oleh mereka. Selain dari pedagang Gujarat, yang
menjadi pengaruh besar lainnya adalah musik-musik India yang digunakan dalam
film-film Bollywood, sebelum akhirnya sejarah musik dangdut dimulai pada tahun
1968. Genre musik ini amat sangat populer karena vokalnya dan instrumen yang
digunakan sangat melodis, terutama tabla.
Perjalanan Musik Dangdut di Indonesia
Pada tahun 635, sangat banyak saudagar-saudagar Arab yang muncul di Indonesia.
Meskipun tujuan awal mereka adalah berdagang, mereka juga menyelipkan beberapa
ilmu tentang Islam dimana ini juga menjadi awal penyebaran agama Islam di
Indonesia. Seiring dengan berkembangnya agama Islam, para saudagar dari Arab
ini juga memperkenalkan Qasidah. Qasidah yang awalnya diperkenalkan oleh
saudagar Arab kembali diperkuat dengan munculnya saudagar dari Gujarat pada
tahun 900 hingga tahun 1200 dan disusul oleh saudagar dari Persia pada tahun
1300 hingga tahun 1600.
Pada tahun 1870, musik dangdut masih terus dierami dengan masuknya tren alat
musik bernama Gambus yang berasal dari Arab. Alat musik tersebut memiliki
bentuk seperti gitar, tapi suaranya rendah. Alat musik ini masuk bersamaan
dengan migrasinya orang-orang Arab dengan marga Hadramaut dan orang Mesir
setelah dibukanya terusan Suez dan dibangunnya pelabuhan Tanjung Priok tahun
1877 serta saat Koninklijke Paketvaart Maatschappij (Perusahaan Pelayaran
Kerajaan) (KPM) pada tahun 1888. Saat itu, para musisi Arab menggunakan gambus
sebagai iringan saat mendendangkan musik mereka.
Pada awal abad ke-20, lagu dengan iringan gambus menjadi sangat terkenal di
kalangan masyarakat Arab-Indonesia. Melihat perkembangan musik gambus ini,
Syech Albar yang merupakan ayah dari musisi Ahmad Albar memutuskan untuk
membuat sebuah orkes gambus yang bermarkas di Surabaya. Kesuksesan orkes gambus
milik Syech Albar ini membawanya melakukan rekaman dengan media piringan hitam
dan Columbia yang terjual sangat cepat di Singapura dan Malaysia pada tahun
1930. Satu tahun kemudian, musik Melayu Deli muncul di Sumatera Utara pada
tahun 1940 dan diprakarsai oleh Muhammad Mashabi bersama dengan Husein Bawafie.
Musik ini lalu berkembang terus ke Jakarta bersamaan dengan dibentuknya Orkes
Melayu.
Aliran musik baru masuk lagi ke Indonesia pada tahun 1950. Musik yang dibawa
oleh Edmundo Ros, Xavier Cugat, Perez Prado, dan Los Panchos merupakan musik
Amerika Latin yang kemudian menjadi lekat dengan telinga orang Indonesia. Pada
masa ini, sejarah musik dangdut kembali berubah karena
musiknya sudah berbeda jauh dengan musik Melayu yang menjadi acuannya meski
masih terasa gaya Melayu di dalamnya.
Sebenarnya pupuk-pupuk dangdut telah muncul sejak lahirnya musik Melayu Deli
pada 1940. Hal ini terjadi karena beberapa orang senang bereksperimen dengan
aliran-aliran musik yang pernah ada di Indonesia seperti musik India.
Perkembangan ini juga semakin pesat karena didorong dengan politik anti-Barat
yang selalu dicetuskan oleh Soekarno. Masa ini mencatat nama-nama besar seperti
Said Effendi dengan lagu Seroja-nya, P. Ramlee dari Malaya serta Husein Bawafie
yang merupakan salah satu penulis lagu terkenal.
Pada tahun 1968 akhirnya musik dangdut telah selesai digodok dan mulai
muncul ke permukaan. Salah satu tokoh kunci dalam lahirnya musik dangdut ini
adalah Rhoma Irama dengan Soneta Group pimpinannya. Dua tahun kemudian mulai
muncul nama-nama yang sampai sekarang masih terkenal seperti Mansyur S., A.
Rafiq, dan Muchsin Alatas. Pada tahun 1970 juga dangdut menjadi jauh lebih
modern karena politik Indonesia pada masa itu mulai ramah terhadap
budaya-budaya yang dibawa dari Barat seperti gitar listrik, perkusi, saksofon,
dan organ elektrik. Alat-alat musik baru tersebut semakin membuka peluang
variasi bagi musik dangdut ini.
Pada tahun 1970-an juga mula ada pengaruh musik rock dalam cara permainan
gitar untuk dangdut, sehingga masa itu juga menjadi medan perang antara rock
dengan dangdut. Karena perang ini juga sempat diadakan konser “duel” God Bless
melawan Soneta Group. Hal-hal tersebut yang mengubah dangdut dan memisahkannya
dengan musik Melayu secara keseluruhan. Sekitar akhir 1970-an juga muncul
variasi baru dari dangdut, yaitu dangdut humor dan dimotori oleh sebuah orkes
melayu yang bernama Pancaran Sinar Petromaks (PSP). PSP sendiri berawal dengan
gaya melayu deli untuk membantu perkembangan musik dangdut
agar bisa lebih dinikmati oleh para mahasiswa. Variasi dangdut ini terus
berlanjut oleh Pengantar Minum Racun (PMR) pada paruh akhir dekade 1980 dan
Pemuda Harapan Bangsa (PHB) di tahun 2000-an.
Pada tahun 2000, muncul lagi variasi baru yang mewarnai sejarah
musik dangdut yaitu dangdut koplo. Baru setelah tahun 2002 variasi ini
mulai menggoyang kancah dunia perdangdutan dengan kesuksesannya yang
diprakarsai oleh vcd bajakan yang luar biasa murah. Murahnya vcd bajakan
dangdut koplo ini menjadi alternatif hiburan bagi masyarakat dengan tingkat
perekonomian menengah kebawah jika dibandingkan dengan mahalnya harga vcd/dvd
original milik artis-artis nasional. Hal lain yang membuat dangdut koplo ini
terkenal adalah fenomena Inul Daratista dengan “goyang ngebor” nya terlebih
setelah ia mulai muncul di layar kaca Indonesia. Dengan setiap hal baru, tentu
saja muncul pro kontra dimana kali ini kontra muncul dari Rhoma Irama yang
menentang Inul dan goyang ngebornya karena ia berpendapat bisa terjadi
dekadensi moral. Terlepas dari seluruh kontroversinya, dangdut koplo sebagai
variasi tetap bisa hidup hingga saat ini.
(portal sejarah)
No comments:
Post a Comment